Perkembangan Penyakit Osteoporosis di ASIA dan Penyebabnya


Osteoporosis di masa-masa mendatang akan menjadi salah satu penyakit serius di kalangan penduduk Asia. Pada tahun 2050, diperkirakan 50 persen dari kasus osteoporosis di dunia akan terjadi di Asia yang menjadi beban ekonomi dan sosial cukup tinggi bagi masyarakat dan pemerintah.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 14 negara di Asia terlihat bahwa kejadian patah tulang pinggul meningkat dua hingga tiga kali lipat dalam 30 tahun ini. Peningkatan itu terutama terjadi karena asupan vitamin D dan kalsium yang masih rendah dikonsumsi tiap orang di masing-masing negara.

Demikian laporan yang dituangkan dalam The Asian Audit Epidemiology, Costs and Burden Osteoporosis in Asia 2009 yang diluncurkan International Osteoporosis Foundation (IOF) dalam konferensi dunia komunitas peduli osteoporosis di Beijing, Selasa (22/9). Peluncuran data audit soal osteoporosis Asia itu baru pertama kali dilakukan yang antara lain didukung Fonterra, perusahaan produk minuman yang peduli pada isu kesehatan tulang.

Amrish Mithal, koordinator laporan IOF Asian Audit, mengatakan meskipun ancaman besar osteoporosis secara umum semakin tinggi di Asia, penyakit itu belum diakui dan diperlakukan sebagai penyakit yang mengakibatkan beban ekonomi sosial yang terus meningkat. Dengan peningkatan penduduk usia lanjut yang besar di Asia, sebanyak 50 persen kasus patah tulang yang mengakibatkan kecacatan hingga kematian akan terjadi di Asia pada tahun 2050.

"Ancamanan osteoporosis sudah nyata, tetapi sampai saat ini masih diabaikan jika dibandingkan dengan penyakit lain. Program pencegahan yang dapat mengurangi jumlah penderita patah tulang juga masih minim. Data prevelensi osteoporosis terbatas, ditambah rendahnya kesadaran dokter dan masyarakat, mengakibatkan ancaman osteoporosis tidak diperhatiakn serius," kata Ambrish yang juga Presiden Perhimpunan Penelitian Tulang dan Mineral India.

Bukti-bukti peningkatan osteoporosis itu, misalnya terlihat di Hongkong. Dalam empat dekade terakhir, penderita patah tulang pinggul naik hingga 300 persen. Di Singapura peningkatan terjadi hingga 500 persen. Di Jepang, jumlah penderita patah tulang di kalangan penduduk berusia 75 tahun meningkat secara drastis dalam 12 tahun ini. Di daratan China, sebanyak 70 juta penduduk berusia 50 tahun ke atas menderita osteoporosis, yang berarti ada 687 ribu penderita setiap tahun.

Indonesia yang memiliki sekitar 237 juta penduduk akan memiliki 71 juta penduduk berusia lebih dari 60 tahun pada tahun 2050. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan mesin DXA, diperkirahkan sekitar sebanyak 28,8 persen laki-laki dan 32,3 persen sudah osteoporosis. Dari laporan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia, sebanyak 41,8 persen laki-laki dan 90 persen perempuan sudah memiliki gejala osteoporosis, sedangkan 28,8 persen laki-laki dan 32,3 persen perempuan sudah menderita osteoporosis.

Judy Stenmark dari IOF mengatakan data audit osteoporosis yang baru diluncurkan itu diharapkan bisa diperhatikan pemerintah, praktisi kesehatan, dan masyarakat umum. "Mesti ada tindakan segera untuk mencegah meningkatnya kejadian patah tulang. Ada jutaan orang yang akan menderita jika tidak ditangani serius. Beban itu terutama cukup berat bagi masyarakat di daerah pedesaan atau pedalaman karena penderita sering diperlakukan secara konservatif, hanya dirawat di rumah, tanpa mendapat keuntungan dari operasi dan pemulihan," kata Judy.

Penanganan yang tidak tepat pada penderita patah tulang mengakibatkan kematian lebih awal satu dari lima menderita. Selain itu meningkatkan penderitaan individu, kehilangan produktivitas, dan ketergantungan penuh pada anggota keluarga.

Kajian internasional menunjukkan hilangnya fungsi dan kemandirian di antara pendeita patah tulang. Sebanyak 40 persen penderita tidak dapat berjalan sendiri, sekitar 66 persen masih membutuhkan bantuan setahun kemudian. Karena kehilangan itu, sebanyak 33 persen penderita bergantung pada perawatan patah tulang

Mark Wilson, Regional Managing Director Asia-Middle East, Fonterra, menjelaskan apa yang dilansir IOF hamipr sejalan dengan hasil pemeriksaan kesehatan tulang Anlene. Pengujian kesehatan tulang yang gencar dilakukan Anlene di setiap negara di Asia menemukan sekitar 40 persen yang diperiksa beresiko untuk menderita osteoporosis.

"Dari pemeriksaan itu juga ditemukan asupan Vitamin C jadi masalah. Demikian juga asupan kalsium. Penduduk di Asia hanya memenuhi 50 persen dari asupan mineral yang dibutuhkan tulang itu setiap harinya. Berdasarkan rekomendasi WHO, konsumsi kalsium sebesar 1.000 - 1.300 miligram/hari, tetapi rata-rata di Asia hanya 450 miligram/hari," kata Mark.

Menurut Mark, penanganan penyakit osteoporosis yang mengancam penduduk Asia itu perlu ditekankan pada pencegahan. Karena itu, pemerintah negara-negara Asia mesti menganggap ancaman osteoporosis sebagai masalah kesehatan yang juga perlu mendapat prioritas dalam kebijakan kesehatan.

"Penyadaran akan ancaman osteoporosis haris semakin gencar dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Pendidikan juga mesti dilakukan supaya masyarakat tahu bagaimana mencegah osteoporosis yang bisa jadi beban ekonomi dan sosial yang tinggi," kata Mark.

Sumber : Kompas

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Perkembangan Penyakit Osteoporosis di ASIA dan Penyebabnya"

Berkomentarlah dengan Baik dan Sopan..